Thursday, November 19, 2009

Guru Akutansiku


Tahukah anda bahwa aku sedang membenci seseorang... IA adalah seorang wanita yang baru saya kenal beberapa bulan. Beberapa bulan ini saya menghormatinya, dan saya menyesalinya. IA bukan orang yang patut mendapatkan rasa hormat itu. IA hanya seorang wanita yang berpikiran dengan logika numerologis yang dibutakan oleh emosi.

Emosinya yang sungguh tinggi itu, sering meledak-ledak dan merendahkan orang lain dengan gaya dan cara sinisnya. Tentu saja, tak sedikit orang yang mulai menghindarinya, tak lagi bicara padanya, dan pastinya kehilangan antusias untuk mendengar kata-katanya.

Berkali-kali IA berteriak nyaring melengkin-lengking dengan kasar di depan kami. Kami menghormatinya dan diam. Saat IA menyindir dengan sinisnya yang membuat kami merasa bodoh, kami hanya menghela nafas, 'roll the eyes' dan diam. Saat IA memberi tugas untuk membaca 1 bab penuh jam 9 malam untuk sebelum kelas jam 8 pagi keesokan harinya, kami hanya diam. Disaat teman-temanku muak padanya dan tak mau mengerjakan tugas yang IA berikan, aku dan ke-empat temanku tetap mengerjakannya, empat dari puluhan murid yang lain dan IA sungguh marah. Saat itu IA bagaikan seekor naga murka yang bernafaskan api.

Di kelas lain... tiba-tiba ia lebih sabar.. Ia walau tetap menyindir, tetapi memberi penjelasan lebih lanjut. IA memberi informasi dan waktu yang lebih pada mereka. Mereka yang tak satupun mengerjakan tugas, ditolerir olehnya.

Dan tetap, aku menghormatinya, tapi hanya sampai tadi pagi...

Tadi pagi, aku mendapatkan hasil dari semua jerih payahku. Tak pernah sekalipun dalam hidupku aku gagal untuk mencapai apa yang harus dicapai, apalagi dalam bidang yang IA kini menjadi dewanya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupku, aku gagal. Pernahkan terbesit dalam benakku bahwa aku akan gagal? Tidak! Aku bahkan tak ragu untuk hal itu. Ternyata, tak hanya aku, begitu pula teman-temanku, semuanya gagal.

Tetapi mereka yang di kelas lain, sedikit yang gagal. Bahkan mereka yang tak mengerti pun dapat lulus dengan hasil yang memuaskan.

Lalu.. dapatkah kuterima bahwa keputusan IA yang kini menjadi dewa, adil?? Tidak! dan hilanglah pula semua rasa hormat yang kumiliki sebelumnya padanya. IA menilai dan dibutakan dengan emosi. IA menjadi subjektif dengan angka-angkanya.

Saat dengan halus kubertanya apakah yang kurang, sehingga aku dapat memperbaikinya untuk langkah selanjutnya.. IA dengan angkuhnya berkata 'Semuanya Salah', analisis-analisisnya, kesangkut-pautan angka-angkanya, urutan kata-katanya, semuanya salah. IA bahkan tak ambil pusing untuk bertanya yang mana karyaku dari sekian banyak karya-karya yang lain, dengan yakinnya IA berkata demikian.

Maka habis pula lah rasa masa kebodohanku padanya, dari petunjuk-petunjuk yang IA berikan, dengan yakin telah aku dan teman-temanku curahkan pada karya kami. Jelaslah, IA, tidak tahu yang mana karya kami, atau bahkan, munkin saja IA bahkan tidak perlu membaca untuk menilai karya-karya kami, cukup dari emosinya saja.

Dari masa bodoh, aku pun mulai membencinya. IA yang tidak bertindak adil dan hanya dipenuhi oleh dirinya sendiri, keegoisannya, dan kepuasan batinnya. Aku pun tak lagi berharap untuk kebahagiaannya.


No comments: